Hige Wo Soru. Soshite Joshikousei Wo Hirou. Volume 1, Chapter 10

Font Size :
Dark Mode
Reset Mode
Penerjemah : yNats
Editor : 4unimaru


Chapter 10: Gotou Airi

“Apa?! Senpai mau makan malam sama Gotou-san?!”

“Begitulah.”

Saat aku mengangguk padanya, sepotong salmon panggang yang dijepit Mishima di antara sumpitnya jatuh kembali ke piringnya.

“Ah.”

Dengan ekspresi membeku yang agak lama, Mishima akhirnya kembali sadar. Dia mengambil potongan salmonnya sekali lagi.

Mishima sedang makan hidangan salmon. Dia memesannya dari ruang makan staf saat dia mengatakan padaku “Aku sangat suka ini!”. Set makanan terdiri dari salmon panggang, tumis sayuran, semangkuk sup, dan irisan sayuran acar disajikan bersama dengan nasi putih. Meski sederhana, itu adalah menu pokok.

Di sisi lain, aku memesan semangkuk Mie China. Saat aku membawanya ke tempat duduk dan mengambil setaguk, itu sudah agak lebek. Dan tak terlalu enak.

“Lho? Lho?! Lalu, apa Yoshida-senpai yang mengajaknya?!” Mishima bertanya sambil melambaikan sumpitnya.

“Tidak, justru Gotou-san lah yang mengajaku.”

“Ehhh?! Aku gak ngerti!” Dia berkata sebelum dia mulai melahap sepotong salmon lainnya.

“Benar-benar nggak ngerti!” Dia berteriak lagi.

Aku mendengus dan menganggukan kepalaku sebagai tanggapan.

“Jujur saja, aku juga tak mengerti.”

“Eh?! Jadi Senpai juga gak ngerti?! Terus, kenapa Senpai menerima ajakannya?!”

“Kau pikir, apa ada orang yang menolak ajakan dari atasannya?”

“Tapi, aku biasanya menolaknya, kok.”

Aku mengambil seteguk mie dari mangkuk ku lagi.

“Mm, itu tak akan jadi masalah kalau kau yang melakukannya, karena kau adalah kau.”

“Apa maksudnya, itu?” Kata Mishima dengan cemberut.

Aku memilih untuk diam, dan lagi-lagi mengambil seteguk Mie China dari mangkuku.

Aku tidak perlu menjelaskan padanya kalau “Itu karena kau cantik dan seorang karyawan wanita yang disukai atasan, sehingga mereka tak keberatan bahkan jika kau tolak.”

Mishima mengerutkan kening saat dia meletakkan potongan salmon terakhir di mulutnya.

“Ikhu hahi hehakhang!”

“Tolong jangan bicara dengan mulut yang penuh!”

Para gadis muda seharusnya tak seperti itu, kan?

Ini sudah menjadi beban pikiranku sejak pertama kami minum bersama beberapa waktu yang lalu. Apa pun masalahnya, sepertinya, terlepas dari usianya, tak ada seorang pun yang pernah menegurnya sebelum berbicara sambil makan menjadi kebiasaan buruknya. Bukankah hal seperti ini seharusnya ditegur oleh orang tuanya? Kalau pun bukan orang tuanya, teman-teman dekatnya, atau setidaknya seseorang harus menegur kebiasaan buruknya.

Mungkinkah anak muda akhir-akhir ini tak peduli akan hal-hal semacam itu? Aku tak mengerti sama sekali.

Setelah menelan dengan tegukan keras, Mishima berbicara lagi.

“Itu pasti jebakan!”

“‘Jebakan apa yang kau maksud?”

“Maksudku, dia sedang mencoba menipumu, Yoshida-senpai! Lebih baik kamu nggak pergi!”

“Lalu, atas alasan apa dia mencoba menjebaku?”

Menanggapi pertanyaanku, Mishima mengeluarkan suara “umm” dan matanya melayang-layang, seolah dia sedang mencari alasan yang bagus.

Jadi, dia bilang semua itu tanpa memikirkannya?

“Po, Pokoknya,” kata Mishima sambil menunjuk ke arahku dengan sumpitnya. “Kamu akan lebih aman kalau nggak pergi bersamanya!”

“Jangan arahkan sumpit ke orang lain!”

Apa dia gak tahu sopan santun?

×××

“Yoshida-kun, kamu bisa melanjutkan dan mulai memanggang dagingnya.”

“Oh, baiklah.”

“Kamu ingat waktu Kepala Departemen Onozaka bilang kalau ‘Yoshida-kun akan jadi hakim—daging~’?”

“Ahahaha…,”

Mulut si orang tua sialan itu seenaknya saja bilang sesuatu semacam itu.

Di saat-saat seperti ini, biasanya dia akan mengabiskan waktu untuk mengobrol bersama para karyawan wanita baru, jadi dia tak pernah membantu memanggang daging. Lalu, aku selalu jadi orang yang terjebak melakukannya. Dengan senyuman yang dipaksakan, aku perlahan meletakan sepiring iga babi garam dan bawang yang diasinkan di atas panggangan.

Gotou-san duduk di kursi yang berada di depanku.

"Hng~ aromanya enak!"

"Mhm ..."

Daripada itu, sulit bagi ku tuk memulai percakapan yang pantas dengannya.

“Kenapa sih dia mengajaku pergi keluar untuk makan malam hari ini?” Pikiranku terus terjebak pada pertanyaan itu.

“Ah, yang itu udah matang, kau bisa mengambilnya.”

“Eh, benarkah? Terima kasih, aku akan mengambilnya.”

Dengan senyuman cerah, Gotou-san mengambil sepotong daging dan memindahkannya ke atas piringnya.

Kemudian, secara perlahan dia mengigit iga panggang. Dia tak memakan seluruh daging yang panjang dan ramping itu dalam sekali suap, dan memutuskan untuk mengunyahnya perlahan-lahan. Melihat bibirnya mengigit sepotong daging saat dia mencoba memotongnya dengan gigi depannya, entah bagaimana itu terasa agak erotis.

…, Aku harusnya tidak boleh begini. Sangat tidak sopan untuk ku memperhatikan orang lain yang sedang makan.

Aku dengan cepat mengalihkan pandanganku dari Gotou-san dan memindahkan sepotong iga yang dimasak dengan baik dari panggangan ke piringku. Setelah mencelupkannya ke dalam saus, aku memasukkannya ke mulut dengan sekali suap. Saat aku mengunyah daging dengan geraham ku, cairan daging memenuhi mulut ku.

“... Mmm”

Meskipun suasananya sedikit canggung, rasa dagingnya tetap enak.

Aku baru saja menyadari sesuatu, Sayu tidak terlalu sering memasak hidangan berat seperti daging. Saat aku pergi ke bar dengan Mishima, aku memakan banyak daging ayam dan membuatku sedikit bosan, tapi sudah lama sejak terakhir kali aku makan daging babi. Perlahan, aku mengunyah daging babi yang rasanya enak. Aku sebaik mungkin menikmati rasanya.

Aku melirik ke depan, saat tatapanku bertemu dengan Gotou-san. Aku terkejut.

"Kamu memakan semuanya begitu saja, sekaligus?"

"Eh, apa ada yang salah dengan itu?"

"Nggak juga. Aku cuma merasa kalau kamu benar-benar seorang pria. ”

Gotou-san yang mengatakan itu, tertawa kecil.

... Ahh, kenapa semua yang kau lakukan rasanya begitu erotis? Setidaknya beri aku istirahat.

"Tapi, aku ini memang seorang pria." Aku cepat-cepat menjawab, meskipun itu tidak berpengaruh apa-apa.

Aku berusaha menyembunyikan rasa maluku dan dengan cepat menyumpal mulutku dengan sepotong daging.

Apa maksudnya dari ‘Benar-benar seorang pria’. Siapa pun yang memiliki mata seharusnya bisa tahu kalau dari segi manapun aku ini adalah seorang pria.

Tapi aku merasa wajahku semakin panas, mungkin itu efek panas dari api arang.

"Kamu gugup?"

Seolah mencoba menatap wajahku, Gotou-san sedikit menundukkan kepalanya dan menatapku dengan mata terbalik.

"Itu, tentu saja."

"Lho? Kenapa?"

“Uh, ketika orang yang baru saja menolakmu medadak mengajakmu makan malam, tidakkah kau akan merasa canggung?”

“Fufufu, jadi soal itu, ya?”

Gotou-san tertawa terbahak-bahak sebelum mengambil gigitan lagi dari tulang rusuk barbekyu-nya.

Aku buru-buru berpaling dari Gotou-san. Aku tidak bisa membiarkan diriku menatap adegan erotis itu lagi.

Kalau aku melakukan sesuatu yang aneh lagi, aku cuma akan membuat diriku jadi terlihat bodoh.

"Baiklah kalau begitu, bagaimana kalau kita bermain sebuah permainan biar lebih santai?" Gotou-san memberi saran setelah menelan sepotong iga barbekyu.

"Permainan?"

"Ya. Kita akan saling mengajukan tiga pertanyaan yang harus dijawab oleh yang lain. Kedengarannya bagus, kan? "

“… Jadi, aku boleh bertanya apapun padamu?”

Mendengar aku mengatakan itu, Gotou-san membuat gerutuan lucu. 'Fufu'.

“Kamu berencana menanyakan apa?”

Lihatlah bagaimana liciknya dia. Aku yakin dia sudah tahu apa yang ingin aku tanyakan, tapi dia tak mau mengakuinya. Pada akhirnya, akulah yang akan dipaksa untuk ‘bertanya’.

Aku mengalami kesulitan berurusan dengan aspek miliknya, namun, pada saat yang sama aku juga merasa itu sangat menarik.

Saat aku mencari jawaban yang tepat, Gotou-san terkikik dan melambaikan sumpitnya.

“Jangan ragu untuk bertanya apapun padaku, bahkan kalau itu sesuatu yang mesum.”

“Aku tidak berencana menanyakan hal seperti itu, sungguh!”

Aku menggelengkan kepala ketika menyangkal perkataannya.

Sebenarnya aku berbohong. Ada sesuatu yang ingin benar-benar aku tanyakan padanya—tentang ukuran bra-nya.

“Baik, ayo kita mulai!”

Gotou-san dengan senang menyatakan saat dia menatapku.

Aku sedikit khawatir.

Sejujurnya, aku ingin bertanya dulu kepadanya tentang “Kenapa kau mengajaku ku makan malam?” Aku ingin bertanya di saat itu juga, tetapi aku juga sama takutnya dengan apa yang mungkin jadi jawabannya.

Aku tak punya keberanian untuk menanyakan secara langsung pada saat-saat seperti ini.

“... Kenapa harus barbekyu?”

“Eh?! Kenapa kamu malah menanyakan itu? Kamu cuma bisa mengajukan tiga pertanyaan, lho?”

“Tidak apa-apa, tolong jawab saja.”

Gotou-san adalah orang yang menyarankan untuk makan malam di barbekyu.

Sejujurnya, aku terkejut. Tidak pernah sekalipun dalam mimpi terliar ku, aku akan berpikir kalau dia adalah tipe yang akan membawa orang untuk barbekyu ketika dia mengajak seorang pria keluar untuk makan malam.

Naluriku mengatakan kalau mungkin ada alasan khusus kenapa dia memilih barbekyu.

"Yah, itu karena aku pergi bersamamu, Yoshida-kun." Gotou-san menjawab dengan acuh tak acuh.

Meskipun aku terkejut, aku dengan cepat menjawab.

"Karena aku?"

"Betul. Karena kamu.”

"Karena apanya?"

"Maaf, pelayan, bisakah aku pesan sepiring hati sapi tambahan?"

Gotou-san menghindari pertanyaanku dengan memesan daging pada pelayan yang lewat.

"Apa yang mau kamu pesan?"

"Ah, aku mau makan sepiring lidah sapi asin."

“Sepiring hati sapi dan sepiring lidah sapi asin. Ah, kami juga pesan dua gelas bir. ” Gotou-san dengan gembira memberi tahu pelayan.

"Dimengerti." Jawab pelayan itu ketika dia menuliskan pesanan ke konsol genggamnya.

Saat dia melakukannya, aku memergokinya melirik ke dadanya. Aku melihatnya. Aku bisa melihat semuanya.

"Jadi, apa yang sedang kita bicarakan?"

"Uhm ... Kau bilang itu karena aku."

"Betul! Ini semua karena kamu, Yoshida-kun. ”

Gotou-san mengangguk. Dia kemudian mengambil gelas birnya, yang masih setengah penuh, dan mulai menenggaknya.

Aku menatap kosong. Gaya minumnya cukup bagus.

Setelah beberapa detik, Gotou-san, yang telah menghabiskan gelasnya, mengeluarkan "Puha ~" yang panjang saat dia menurunkan gelasnya. Gerakan sederhana itu terasa aneh sekali dan aku tidak bisa untuk tidak memalingkan wajah ku.

"Nah, menurutmu gimana?"

"Eh?"

"Aku menghabiskan setengah gelas bis sekaligus."

"Gaya minum mu cukup bagus, kurasa." Aku berkata sambil memiringkan kepalaku dengan bingung.

Gotou-san tertawa melengking sebagai tanggapan.

"Nah. Itulah yang aku sukai dari kamu. ”

"…Uh-huh?”

Aku menunjukkan senyum yang dipaksakan, aku tak mengerti tentang itu. Gotou-san melambaikan tangannya yang gemetar.

"Dulu saat kita masih rekan kerja, sebelum aku menjadi atasanmu, aku tak bisa pergi keluar untuk barbekyu atau minum, kau tahu? Maksud ku, semua orang berfikir kalau aku itu wanita yang ‘anggun’.”

"He-eh ... Itu ..."

Tidak bisa disangkal kalau dia punya penampilan yang agak dewasa. Bahkan ketika dia menjadi atasan, dia jelas sangat populer. Terus terang, aku hanya melihatnya dalam cahaya yang menyimpang.

Meskipun begitu, aku bisa mengerti kenapa dia tidak pernah menyarankan untuk pergi 'barbekyu' atau 'minum'. Orang berfikir tak akan ada wanita dengan sifat ‘anggun’ yang akan melakukan kegiatan yang biasanya dilakukan oleh para pria paruh baya.

"Jadi, kenapa kamu berfikir tidak masalah jika mengajak ku untuk barbekyu?"

"Maksudku, itu karena kamu tidak akan menghakimi aku untuk itu atau semacamnya, Yoshida-kun."

"Yah, barbekyu dan bir memang sangat enak."

"Fufu, dan kamu tidak peduli ketika aku makan irisan daging babi dengan kari."

Mengatakan itu, Gotou-san menyipitkan matanya sedikit dan menggelengkan bahunya.

Kemudian, dia meletakkan dagunya di satu tangan dan menatap langsung ke arahku.

"Karena itulah kamu satu-satunya, Yoshida-kun. Satu-satunya yang bisa aku ajak untuk barbekyu dan minum bir. "

"Haha, apa aku harus senang?"

“Hmm—, aku rasa begitu. Itu rasanya agak lucu, fufu. ”

Hidung Gotou-san sedikit gemetar saat dia tertawa, seolah-olah dia mengeluarkan napas dengan lembut dari hidungnya.

Tawanya sedikit menggelitik hatiku. Tawanya adalah sesuatu yang tak pernah bisa aku atasi, sejak 5 tahun yang lalu.

"Lalu, selanjutnya apa yang mau kamu tanya?"

Gotou-san melanjutkan, dagunya masih menempel di tangannya. Dia menatapku dengan mata terbalik, seolah menguji aku. ‘Kamu yakin gak mau nanya soal ‘itu’?’ Tatapannya seolah bilang begitu.

Aku menghela nafas kecil.

"Kenapa kau mengajak ku keluar buat makan malam hari ini?" Tanyaku tanpa berpura-pura, membalas menatapnya.

“Kalau soal itu, itu karena ada hal yang mau aku tanya sama kamu, tahu?”

Bibir Gotou-san perlahan melengkung ke atas.

‘Aku tunggu kamu buat tanya ‘itu’’, sikapnya jelas-jelas menunjukan kalau dia mau bilang itu.

Sejujurnya tentang ini semua. Aku mengepalkan gigiku.

Aku merasa sangat sulit untuk berhadapan dengannya. Di saat yang sama, aku tak bisa untuk tidak terpesona olehnya. Bahkan sekarang ini, jantungku berdetak secepat dan mungkin sekeras bel alarm.

Cepat dan jawablah!

“Uhm, begini …” kata Gotou-san perlahan.

Lalu, dia mengarahkan jari telunjuknya ke arahku.

Dengan senyum hangat—

“Kamu udah punya pacar, kan, Yoshida-kun?”

Dia bertanya.

Maksud kuat yang dia tanam di balik pertanyaannya membuat pikiranku kosong untuk sesaat.

Aku segera sadar, aku dengan cepat menggelengkan kepala ku untuk menolak pertanyaannya dengan tegas.

"Tidak, aku tidak punya pacar!”

"Bohong, ah! Kenapa aku harus percaya itu?! "

"Kenapa kau tak percaya!?”

Saat aku bertanya balik, mata Gotou-san melayang-layang saat dia terdiam tidak bisa berkata-kata, dan itu cukup langka.

Lalu, dia berkata dengan suara lembut.

"Itu— maksudku, rasanya aneh."

"Maksudmu!?"

Gotou-san meletakkan sumpitnya dan meremasnya sedikit sebelum menjawab.

“Aku udah kenal Yoshida-kun selama 5 tahun penuh. Selama 5 tahun ini, kamu selalu bersemangat dengan pekerjaanmu dan nggak pernah menolak buat kerja lembur, tapi akhir-akhir ini, maksudku, kamu mulai suka pulang tepat waktu.”

“Seperti yang aku bilang …”

“Kamu butuh tidur lebih banyak?! Apa aku harus percaya sama alasan itu?! Kalau kamu orang yang bakal pulang tepat waktu cuma karena alasan kayak gitu, kamu bakal ngelakuin itu dari dulu!”

Aku tak bisa berkata-kata.

Terakhir kali saat Gotou-san bertanya soal ini, aku menggunakan alasan, ‘Butuh tidur lebih banyak’, untuk menyembunyikan masalah soal Sayu. Karena aku emang pernah bilang gitu, aku gak bisa bikin alasan lagi.

"Terus ... bukannya kamu semakin dekat dengan Mishima-san akhir-akhir ini?"

“Eh?! Kau bilang apa?”

“Mishima-san, dia gadis yang hampir setiap hari pulang tepat waktu, dan dia cukup dekat sama kamu, Yoshida-kun. Bukankah beberapa waktu yang lalu kalian pernah bekerja bersama? Itulah kenapa aku berfikir begitu.”

“Oy, oy tunggu bentar!”

Itu sangat jelas buatku kalau percakapan ini berubah jadi aneh, aku dengan paksa memotongnya.

"A-Ada apa?"

“Apa kau pikir … kalau aku sama Mishima berpacaran?!”

"Emangnya aku salah!?"

"Tentu saja itu salah!"

Sebaliknya, aku gak tau kenapa dia bisa befikir kayak gitu. Yah, dia emang bilang alasannya, tapi aku gak kepikiran kalau ada dari orang yang cukup dekat buat sampai mengambil kesimpukan kayak gitu.

Dan juga, Mishima dekat denganku? Itu nggak benar.

Lagipula, satu-satunya waktu di mana kami pergi bersama cuma saat kami minum waktu itu. Apakah Mishima dan aku terlihat sedekat itu sampai-sampai Gotou-san bisa curiga seperti itu meski kami cuma pergi bersama sekali saja?

“Kamu gak perlu bohong. Aku nggak akan bilang ke siapa-siapa.”

“Beneran, tidak ada apa-apa di antara kami berdua!”

“… Be, Beneran?” Gotou-san dengan gugup bertanya.

“Beneran, deh! … Apa kau lupa kalau belum lama ini aku baru saja menyatakan perasaanku padamu?”

Mendengar itu, wajah Gotou-san menjadi sedikit merah saat dia lalu berdeham.

“Gimana aku bisa lupa ... Tapi, aku jelas-jelas menolakmu waktu itu. Jadi aku pikir nggak aneh kalau kamu langsung mencari wanita lain setelah … ”

Gotou-san bertingkah sangat aneh hari ini. Dia bertingkah mencurigakan dan sikapnya sekarang ini sangat berbeda dari sikap riangnya sebelumnya. Rasanya kayak berurusan sama orang yang lebih muda dariku.

"Uhm."

Aku meneguk bir, lalu dengan tegas memanggil.

"A, Apa?"

Gotou-san terlihat terkejut saat dia berbalik untuk melihatku.

Aku lebih suka tak membiarkan kesalahpahaman ini terus berlanjut, jadi aku harus memanfaatkan kesempatan ini buat mengatakannya langsung kepadanya.

“Selama … Selama 5 tahun aku mengenalmu, aku selalu naksir padamu.”

"Eh?"

“Sejak pertama aku gabung ke perusahaan sampai sekarang, aku selalu mencintaimu. Aku serius untuk menyatakan perasaanku padamu, jadi agak mengecewakan kalau aku dianggap sebagai orang yang dengan cepat berpaling ke wanita lain setelah ditolak. ” Kataku sambil menatap lurus ke matanya.

Wajah Gotou-san meluap memerah dalam sekejap mata. Dia buru-buru menggelengkan kepalanya.

"Nggak, tentu saja nggak! Aku nggak pernah menganggapmu sebagai orang yang nggak tulus, Yoshida-kun, cuma ... ”

Gotou-san tiba-tiba berhenti. Punggungnya yang bungkuk, tampak semakin kecil. Dia kemudian melanjutkan dengan suara lembut.

"Aku pikir daripada wanita sepertiku, wanita yang lebih muda bakalan lebih cocok buatmu ..."

"Hah ..."

Aku secara refleks menghela nafas panjang.

"... Aku masih mencintaimu, bahkan sampai sekarang, Gotou-san.”

Karena rencanaku tak berhasil, aku terpaksa bilang langsung kepadanya. Karena aku sudah pernah ditolak olehnya, aku tak merasa malu untuk mengatakannya lagi.

"Sejujurnya, aku bahkan tidak pernah mempertimbangkan orang lain ... Seperti itulah tentang betapa istimewanya kau bagiku, Gotou-san."

Tapi itu masih sedikit malu, jadi aku melihat sedikit ke bawah saat aku mengatakan itu semua.

Setelah beberapa detik berlalu, Gotou-san masih belum mengatakan apa-apa, jadi aku mengalihkan pandanganku ke arahnya. Bahkan dengan hanya pandangan sekilas, sudah jelas bahwa wajah Gotou-san memerah semerah tomat.

"Kau kenapa?"

"Ah, nggak, nggak apa-apa ...."

Gotou-san dengan cepat menggelengkan kepalanya dan meneguk birnya untuk menyembunyikan rasa malunya.

"Ja, Jadi ... Itu benar kalau tidak ada apa-apa antara kamu dan Mishima-san?"

"Yap!"

Tapi yang lebih penting adalah—

Aku terkejut dengan pertanyaan-pertanyaan keterlaluannya sebelumnya, jadi aku tak punya niat untuk bertanya tentang alasan di balik pertanyaannya. Sekarang, setelah aku tenang, kecurigaanku dengan cepat meluap naik kepikiranku.

"Kenapa kau begitu peduli?"

“Hah?”

Gotou-san terhenti total.

“Maksudku, aku orang yang cintanya udah kau tolak, kan? Mungkin aku agak kasar, tapi secara pribadi, aku pikir setelah kau menolak seseorang harusnya orang itu udah bukan urusanmu.”

"Nggak, itu ..."

Ekspresinya mengungkapkan kekagetannya untuk sesaat, tetapi dia sepertinya dengan cepat mengingat kembali dirinya ketika dia mengisi mulutnya dengan sepotong daging yang ada di piringnya.

Aku secara refleks memalingkan pandanganku.

Sangat jelas kalau dia udah selesai mengunyah, aku mengalihkan pandanganku darinya. Dia menghela nafas dari hidungnya sebelum akhirnya berkata.

“Aku pikir itu akan agak menjengkelkan kalau seorang pria yang baru menyatakan cintannya kepadaku, lalu hatinya dicuri sama gadis yang lebih muda.”

"Gi, Gitu, ya ...?”
“Ya, itu benar!” Dia menegaskan sebelum meneguk birnya lagi.

Jujur saja, hari ini dia sedikit membingungkan. Sementara aku masih ragu untuk membereskannya, dia jelas bukan tipe yang bisa diyakinkan untuk membicarakan sesuatu yang tidak ingin dia bicarakan. Mengingat ini masalah 5 tahun yang lalu, aku bisa mengerti kenapa dia tak mau terlalu banyak bicara tentang itu.

"Yah, bagaimanapun, tidak ada apa pun antara Mishima dan aku, dan aku juga tidak punya pacar."

Tidak ada gunanya menggali lebih jauh ke dalam topik, jadi aku hanya mengulangi apa yang aku katakan dengan jelas.

Rasanya agak aneh merasa malu buat bilang ‘aku gak punya pacar’ di depan seorang wanita yang aku sukai. Aku merasa sedikit kesal, tapi aku tidak tahu kesal kepada siapa.

“Baik, kalau emang itu yang terjadi, berarti itu bagus.”

Setelah berdehem dengan batuk, Gotou-san sepertinya sudah mendapatkan kembali ketenangannya yang biasa dan mengangguk.

"Ah."

"Eh?"

"Apa cuma itu?"

"Apa maksudmu?"

Gotou-san terlihat sedikit bingung dengan pertanyaanku, tapi di sini akulah yang seharusnya bingung.

“Kau bahkan sampai mengajak ku makan malam dan cuma itu yang mau kau tanyakan?” Aku bertanya lagu.

Gotou-san menganggukkan kepalanya dengan sikap acuh tak acuh dan menjawab.

"Betul…"

"... Serius?"

Aku menghela nafas panjang saat aku mengendur dan menyandarkan seluruh tubuhku ke kursi.

“Aku kira ini tentang hal yang sedikit lebih … penting.”

"Tapi ini penting!"

Nada tangannya yang berat mengejutkan ku.

"Dan kenapa ini penting?"

Sepertinya, pikiran Gotou-san menjadi kosong untuk sesaat. Dia dengan cepat batuk untuk membersihkan tenggorokannya sekali lagi dan melanjutkan dengan sikap menantang.

"Itu rahasia."

"Rahasia ... ya."

Ini tidak masuk akal, tapi mungkin tidak ada gunanya untuk bertanya lebih lanjut tentang ini karena jawaban tegasnya.

"Sekarang—”

Gotou-san, yang akhirnya mendapatkan kembali kedudukannya, memiringkan kepalanya dan berbicara dengan cara yang biasa.

"Kamu masih diizinkan untuk mengajukan satu pertanyaan lagi. Apakah ada sesuatu yang masih mau kamu tanyakan? Atau udah selesai? ” Tanyanya sambil meletakkan gelasnya di atas meja.

Dia tidak berbasa-basi untuk menyembunyikan maksud di balik kata-katanya; "Kamu sudah menanyakan semua yang ingin kamu tanyakan, kan?" Namun, jelas kalau pertanyaan ini juga merupakan strategi untuk melupakan topik sebelumnya, yang anehnya cukup mengganggu ku.

"… Kalau begitu."

Aku bisa merasakan alkohol mulai membuatku mabuk. Mungkin ada juga keinginan untuk menyingkirkan perasaan keruh dan membingungkan ini di pikiran ku.

Jadi aku dengan berani bertanya.

"Berapa ukuran bra mu?"

Gotou-san tertawa keras.

Kemudian, dia menaruh jari telunjuk di depan bibirnya, pose yang mengartikan kalau ini bakal jadi rahasia di antara kami, dan berkata dengan suara kecil.

"... Punyaku I-cup."

I-cup? Ukuran dada sebesar apa itu?

Aku mulai membayangkan dengan jari ku.

Melihat itu, Gotou-san tertawa terkikik lagi.

×××

Tanpa sadar aku menatap ke luar jendela kompartemen kereta goyang.

Itu adalah makanan yang agak bergolak dari daging panggang.

Setelah pertanyaan terakhir ku, giliran Gotou-san, semua pertanyaannya adalah tentang Mishima. ‘Bahkan kalaupun aku tidak berkencan dengannya, apakah aku tertarik padanya?’, ‘Apakah aku menyukai Mishima secara khusus?’ dan pertanyaan lain seperti itu.

Bagaimanapun, ketika aku terus-menerus bertanya kepadanya tentang hal itu, dia menjelaskan kalau dia penasaran oleh jarak yang semakin dekat antara Mishima dan aku, setelah itu, dalam bertarung melawan bingung, dia memutuskan untuk mengajakku keluar untuk makan malam.

Setelah mendengar itu, aku tidak bisa menahan diri untuk berpikir kalah dia juga memiliki sisi yang aneh.

Aku harus berulang kali menjelaskan kepadanya kalau Mishima hanyalah junior ku. Aku sudah menjelaskannya berkali-kali sehingga sulit untuk mengingat kira-kira berapa kali itu terjadi.

Mungkin karena pengaruh alkohol, Gotou-san sangat bersikeras mendesakku dengan pertanyaan tentang Mishima. ‘Gadis yang lebih muda mungkin akan lebih baik untukmu, bukan?’, ‘Mishima-chan memiliki sosok yang hebat bukan? Tidakkah kamu menyukai sosok seperti itu? ', Dan semua pertanyaan serupa. Singkatnya, aku merasa terganggu.

Satu-satunya pemikiran ku tentang Mishima adalah kalau aku ingin dia ‘bekerja dengan serius’.

Aku tidak berpikir kalau pikiran dan tindakan ku dapat disalahartikan.

Tapi…

Aku menghela nafas panjang. Situasi ini benar-benar di luar dugaan ku.

Gotou-san telah menolakku. Pengakuan tulus ku telah ditolak.

Tapi, kenapa Gotou-san begitu terganggu dengan apa yang terjadi antara Mishima dan aku?

Yah, dia menjelaskan kalau itu membuatnya kesal karena seorang pria yang baru saja menyatakan perasaannya padanya akan segera berpaling ke wanita yang lebih muda, tetapi perasaan putus asa yang kurasakan darinya hari ini tampaknya menunjukkan sebaliknya.

Apa yang dikatakan Hashimoto tempo hari muncul di benaku.

‘Ini cukup mengejutkan, aku rasa kau masih punya kesempatan.’

“Ditolak adalah awal dari segalanya.”

Mungkinkah? Mungkinkah itu benar-benar seperti yang dia katakan?

Berdasarkan perilaku Gotou-san selama makan malam, aku bisa mengatakan kalau dia memiliki ketertarikan dengan urusanku.

Namun, pada akhirnya, ini tentang Gotou-san. Aku tidak bisa membayangkan dia adalah orang yang sederhana dan tiba-tiba menyukaiku dengan begitu cepat.

Hati ku yang awalnya gembira dengan cepat menjadi murung kembali.

Perenungan yang bergejolak yang aku lakukan di kereta sekarang juga membuat pikiran ku lelah.

Saat aku berjalan pulang, pikiranku berputar tanpa henti di sekitar menguraikan maksud Gotou-san, tetapi di sisi lain aku juga tidak ingin memikirkannya.

"Aku pulang."

"Oh!"

Membuka kunci pintu dan memasuki rumah ku, aku bertemu dengan Sayu, yang bangkit dari tempat duduknya dan melompat untuk menyambut ku.

"Selamat datang kembali ... Kenapa ekspresimu kayak gitu?"

"Eh?"

"Apakah itu nggak menyenangkan?" Sayu bertanya sambil menatap wajahku.

"Tidak, itu sangat menyenangkan, sungguh"

“Eh, kelihatannya nggak kayak gitu buatku. Apakah dia mengatakan sesuatu yang jahat sama kamu atau sesuatu semacam itu? "

"Tidak juga."

Aku melepas jaket ku dan dengan cepat berjalan melewati Sayu menuju ruang tamu.

Kenapa dia begitu sensitif dengan ekspresi orang lain?

"Hei, Yoshida-san."

"Ada apa?"

Ketika aku berbalik untuk menghadapnya, aku menemukannya mengangkat kedua tangannya ke arah ku.

"Mau pelukan?"

"Apa?"

Saat aku merengut, Sayu mendekatiku tanpa ragu, lengannya masih membentang ke depan.

“Apa tak tahu apa yang terjadi padamu, tapi bukankah kamu bakal merasa lebih baik kalau kamu di peluk JK?”

"Eh?"

Mengabaikan protes ku, Sayu memberi ku pelukan.

Dia dengan keras menekankan kepalanya ke arahku.

Apa yang dia lakukan sekarang, ya ampun. Aku berpikir sendiri dengan senyum yang dipaksakan.

Dengan satu atau lain cara, jelas kalau dia berusaha mendorong ku.

"Sudah cukup," kataku sambil menepuk bahunya.

Sayu mengangkat kepalanya ke hadapanku.

"Merasa lebih baik?"

"Ya, ya."

"Benarkah!? Kamu sangat sederhana, Yoshida-san. ”

"Diamlah."

Aku mengupas Sayu yang tertawa riang dan mengambil baju tidurku.

"Hei tunggu!"

Sayu memanggilku ketika aku membuka kancing bajuku.

“Kamu nggak mau kan baju mu jadi bau rokok! Sana mandi dulu! ”

"Hah, emang kau udah isi bak mandinya?"

"Aku punya firasat kamu bakal pulang ke rumah barusan, jadi aku mengisinya!"

"Uwah, itu luar biasa."

Sayu menunjukkan ekspresi bangga dengan ‘piece’, lalu dia menunjuk ke kamar mandi.

"Bersihkan dirimu sebelum berendam, oke? Aku tahu kamu lelah tapi jangan lupa soal itu. ”

Aku merasa sedikit perasaan hangat di dadaku mendengar itu.

Itu adalah pemahaman dan kebaikan yang tidak tegas.

"Ya, tentu saja." Aku mengangguk.

Sayu kembali ke ruang tamu dengan ekspresi puas dan menjatuhkan dirinya ke lantai.

Kemudian, dia menyentakkan dagunya ke pintu keluar ruang tamu seolah-olah mengisyaratkan aku untuk bergegas dan pergi.

"Aku tahu."

Aku membawa pakaian dalam dan pakaian tidur ku dan menuju ruang ganti [1] .

Aku menghela nafas kecil saat aku melepas pakaianku.

Saat ini, aku merasa sangat bersyukur karena Sayu ada di sini. Kalau aku tinggal sendirian, aku mungkin akan menyiksa diriku dan tidur memikirkan kejadian hari ini tentang Gotou-san. Ini bakal jafi malam yang sulit.

"Hah ... aku menyedihkan." Aku bergumam pada diriku sendiri dengan senyum kaku.

Sekali lagi aku menyadari kalau Sayu selalu mendukung ku secara mental.

"Aku ini adalah orang dewasa ..."

Aku membasuh badanku dari keringat sebelum memasuki bak mandi. Aku baru saja kepikiran, apa dia menggunakan kamar mandi ini sebelum aku?

Aku memandangi air panas saat pertanyaan itu melintas di benak ku.

"Yah, kurasa nggak masalah." Aku menggerutu ketika aku merosot ke pundakku.

Setelah sadar kembali, aku menyadari kalau pikiran tentang Gotou-san, yang telah menguasai pikiranku sampai beberapa saat yang lalu, telah menghilang.

Juga, perasaan yang agak tidak pasti sepertinya sudah mulai mengalir di dadaku.

Meskipun ada banyak hal yang aku tidak mengerti, tetap benar kalau aku bisa makan dengan Gotou-san, yang sangat aku dambakan. Itu pasti hal yang menggembirakan.

Namun, Sayu mungkin khawatir tentang ku selama ini. Dia menyiapkan bak mandi dan menghibur ku melalui kata-kata dan tingkah lakunya. Mungkin saja dia sudah menyiapkan semuanya sebelumnya.

Aku seharusnya menjadi wali, tapi hari ini, dia malah seperti orang yang merawat ku.

Seolah-olah …

"... Tidak, apa yang aku pikirkan."

Seolah-olah—

Rasanya jadi kayak lelaki yang pergi bermain-main dengan gadis lain walau mereka udah punya istri, aku berpikir seperti itu sejenak. Aku cepat-cepat menggelengkan kepalaku untuk mengabaikan pikiran itu.

Alkohol itu pasti sangat mengganggu pikiran ku. Terlepas dari situasinya, dia masih anak SMA, bukan istri ku atau semacamnya. Aku tidak perlu merasa bersalah karenanya.

Namun, aku harus mengakui kalau aku harus menguasai diri.

"Jika aku membuat anak SMA seperti dia mengkhawatirkan ku ... lalu bagaimana aku bisa berperan sebagai wali?"

Aku mengambil air mandi dan membasuh wajah ku.



Catatan Penerjemah:

[1] Kalau kalian sering nonton Anime atau Dorama, mungkin kalian pernah lihat kalau rumah-rumah bergaya Jepang modern biasanya punya ruang ganti sebelum masuk ke Kamar Mandi. Sedangkan toilet berada di ruang yang berbeda. Dengan kata lain, nggak kayak di Indonesia di mana Kamar Mandi dan Toilet bersatu, wkwk.
Share Tweet Share

Comment Now

0 Comments

Please wait....
Disqus comment box is being loaded