Chapter 8: Mishima Yuzuha
"Mishimaaaa!!" Aku berteriak menghabiskan seluruh nafasku.
Hashimoto yang ada di sampingku melompat dari kursinya, terkejut. Sesaat kemudian, kantor kembali ke kesunyian seperti biasa. Beberapa rekan kerja ku mengalihkan pandangan mereka ke arah ku.
Namun orang yang dimaksud dengan santai berbalik ke arahku, memiringkan kepalanya dengan bingung.
“Ada apa—?”
“‘Ada apa’ jidatmu!!”
Aku berdiri dari kursiku dan berjalan ke arahnya. Semua rekan kerja ku yang menyaksikan situasi itu berekspresi 'ah, dia lagi' dan kembali fokus ke pekerjaan mereka masing-masing.
Aku mengangkat suaraku, siap untuk membentak kuat Mishima saat dia menatap ku kosong.
“Aku nggak tahu sudah berapa kali aku bilang begini padamu, tetapi tolong periksa pekerjaanmu sebelum menyerahkannya!”
"Lho? Udah kulakukan kok?"
“Apa kamu yakin memeriksa pekerjaanmu, memastikan semuanya benar, atau langsung menyerahkannya begitu selesai?!”
"Eh, lho."
"‘Eh, lho’ jidatmu!! Kode yang kau kerjakan banyak kesalahan! Gimana bisa kau bilang itu selesai!? ”
Karena interogasiku yang terus terang; sepertinya akhirnya Mishima menyadari kalau aku nggak akan berhenti membentak sampai dia mengakui kesalahannya.
Dia membuka mulut karena terkejut, lalu berkata.
"Eh, benarkah? Parah, ya? ”
"Jangan buat seolah orang lain yang melakukan kesalahan!!"
"Apa yang harus aku lakukan?"
"Memperbaikinya. Selesaikan hari ini juga!”
“Mustahil ah~"
Aku bisa merasakan pembuluh darah ku akan meledak.
Bagaimana mereka bisa mempekerjakan orang kikuk seperti ini? Tidak terampil, tidak bertanggung jawab, dan jika boleh jujur, bahkan tidak layak untuk dipertimbangkan.
“Proyek ini harus selesai besok, bukankah sudah jelas kalau kau harus menyelesaikannya hari ini? Jangan lupa kalau akulah yang harus melatihmu. ”
"... Yoshida-senpai, apakah kamu akan dipecat kalau aku nggak menyelesaikannya hari ini?"
"Ah? Yah, aku ragu mereka akan sampai memecatku, cuma ... "
Aku meletakkan tangan di daguku, dan melanjutkan.
“Aku mungkin akan dikeluarkan dari proyek ini. Dengan begitu, tanggung jawab ku sebagai pelatihmu mu mungkin akan diberikan kepada orang lain juga.”
Melepaskan tanggung jawab sebagai pelatihnya dan menyerahkannya kepada orang lain mungkin akan menjadi surga dunia, tapi proyek ini adalah sesuatu yang sudah ku mulai, juga melibatkan banyak rekan kerja ku yang terlibat untuk mengerjakannya. Aku tidak bisa membiarkan diriku berhenti di tengah-tengah.
"Eh, kamu nggak akan menjadi pelatihku lagi?"
"Itu bakalan terjadi kalau kau nggak menyelesaikannya hari ini."
Mendengar apa yang ku katakan, Mishima, yang biasanya selalu menunjukan ekspresi pemalas, mendadak menunjukkan ekspresi tegas.
"Aku bakalan memperbaikinya sekarang juga!”
"Hei ..."
Mishima berbalik dan bergegas kembali ke kursinya.
Dia biasanya berkeliling di sekitar kantor seolah-olah dia sedang berjalan-jalan di taman, jadi itu tidak biasa baginya untuk bergegas kembali ke mejanya.
"Ada apa dengannya ...?"
Mengingat interaksi kami yang biasanya hanya melibatkan diriku yang selalu membentak dan mengomelinya, bukannya bagus kalau aku yang jadi pelatihnya ini diganti sama orang lain?
Lalu kenapa dia malah begitu khawatir ketika aku mengatakan kepadanya kalau orang lain mungkin ditugaskan untuk melatihnya menggantikan ku?
Nah, kalau itu yang dibutuhkan untuk membuatnya melakukan pekerjaannya dengan serius, maka aku pikir itu yang terbaik. Aku kembali ke tempat dudukku, kepalaku sedikit miring karena ragu.
"Dia bikin masalah lagi?"
"Entah bagaimana, dia mengacaukan semua sistem dasar yang sudah aku buat menjadi sangat berbeda."
"Cukup mengesankan, bukan?" Goda Hashimoto.
Terlepas dari komentarnya, Hashimoto tenggelam dalam pekerjaan yang telah aku sampaikan kepadanya serta pekerjaan yang sudah dia miliki, jadi dia tidak mengalihkan pandangannya dari layar bahkan ketika kami berbicara.
"Aku rasa, Mishima-chan nampaknya menganggap serius pekerjaannya sekarang."
"Bagaimana kau bisa memperhatikan semua ini disaat yang sama saat kau sedang bekerja?"
“Bahkan kalau aku sedang fokus ke komputer sekalipun, aku masih bisa dengan samar-samar mengetahui apa yang terjadi di kantor dari yang kulihat melalui sudut mataku. Jika bos yang tidak aku sukai masuk, aku akan pergi ke kamar mandi. "
"Oh~ hebat euy."
Jadi itu sebabnya dia tidak pernah ada ketika aku dihadapkan oleh bos tentang sesuatu. Aku harus mencobanya juga. Ayo berlatih menangkap situasi di kantor hanya melalui sudut mataku.
Saat aku memulai melakukan pekerjaan ku, aku mengintip Mishima.
Biasanya, dia akan memalingkan kepalanya, melakukan beberapa peregangan, atau melakukan hal lain yang membuatnya tidak fokus pada pekerjaannya, tetapi dia tampak sangat serius hari ini.
"... Ada apa dengannya?" Aku bergumam ketika kembali ke pekerjaanku.
Bagus kalau dia menganggap pekerjaannya serius, tapi dia masih kurang dalam hal keterampilan.
Meskipun aku agak terbebani dengan pikiran kalau dia pasti masih akan membuat kesalahan, aku harus tetap menyelesaikan bagian pekerjaan ku.
Dengan desahan ringan, aku mulai menekan keyboard.
×××
"Fufu, terimakasih kerja kerasnya hari ini!""Mhm ..."
Disebuah bar dengan suasana yang bising dan sibuk, Mishima dan aku saling menatap.
Setelah bekerja, ada beberapa hal yang terjadi dan aku akhirnya datang ke sini untuk minum bersama dengan Mishima.
Mishima mengarahkan gelas Cassis-Orange ke bibirnya dan menenggak minumannya sekaligus. Saat aku menenggak gelas bir, sensasi tenggorokanku yang sebelumnya mengering mendadak menjadi lebih segar dan menghilangkan rasa lelah ke kepalaku.
"Benar-benar, bagus kita bisa menyelesaikannya tepat waktu."
"Iya, tuh."
Aku mengambil satu teguk lagi dari birku dengan senyum kaku.
Beberapa jam yang lalu.
Ada peristiwa yang mengejutkan, dimana Mishima telah menyelesaikan pekerjaanya tanpa kesalah apapun yang harus aku revisi.
Padalah aku sudah menyiapkan diriku untuk kerja lembur merevisi pekerjaaanya, jadi aku memutuskan menunggunya sampai dia menyelesaikan pekerjaanya. Tapi, semuanya benar-benar bertentangan dengan apa yang aku perkirakan, sifatnya yang berbanding dari biasanya itu membuatku terkejut melebarkan mataku.
Terima kasih kepada Mishima yang segera menyelesaikan pekerjaannya sendiri, dengan begitu aku bisa fokus pada pekerjaan ku sendiri, dan jadi kami bisa pulang lebih cepat dari yang diharapkan.
Kemudian, ketika kita bergegas untuk pulang, Mishima tiba-tiba bertanya:
"Yoshida-senpai, apakah kamu mau pergi minum denganku?"
Siapa yang akan berpikir kalau junior ku, yang dimana ketika interaksi terjadi diantara kami sebagian besar hanya terdiri dari aku yang membentaknya, akan mengajak ku untuk pergi minum?
Aku sempat khawatir tentang apa yang akan Sayu buat untuk makan malam, tapi dia mungkin bisa membuat sesuatu untuk dirinya sendiri. Aku juga memberinya uang jika sesuatu yang darurat terjadi.
Karena kupikir mungkin sesekali semuanya akan baik saja, jadi aku menerima ajakan junior ku dengan anggukan tegas.
“Sungguh, kau akan selalu bisa menyelesaikan pekerjaanmu seperti hari ini dengan baik jika kau tetap fokus. Kenapa kau tidak selalu seperti ini saja?”
"Ewh …?"
Mishima merespon ketika dia mengisi mulutnya dengan ayam bakar.
“Ywoswida-swenpai …”
"Hei, telan makananmu sebelum bicara!"
Mishima berbicara tidak jelas saat dia melahap ayam.
Ketika perasaan ringan ke kepala yang agak menyenangkan melonjak melalui tubuhku berkat alkohol, aku menatap Mishima, yang sedang mengunyah dengan putus asa.
Rambutnya yang berwarna coklat memiliki panjang sebahu. Ujung rambutnya rapi dan melengkung ke arah lehernya. Matanya besar dan cerah sementara itu hidung dan mulutnya agak kecil. Kalau harus kukatakan, dia memiliki karakter ‘lucu’.
Sepertinya penampilannya sangat dihargai oleh 'orang tua' di antara atasan ku, setidaknya, namanya pernah disebut beberapa kali selama salah satu pesta minum ku dengan mereka. [1] Aku cukup yakin kalau penampilannya merupakan alasan kenapa dia direkrut.
Dengan banyaknya lulusan baru yang mengejutkan dengan tingkat keahlian yang sama dengan lulusannya, mungkin tidak aneh kalau penampilan menjadi faktor penentu lapangan kerja. Mungkin orang-orang tua di perusahaan cuma ingin pencuci mata.
"A—, Ada apa?"
Pada saat aku menatap Mishima, dia sudah selesai melahap makanan di mulutnya, dan sekarang melihat sekeliling dengan gelisah dan memainkan ujung rambutnya dengan cara yang agak tertekan.
"Oh, maaf soal itu."
Kalau aku ada di posisinya, aku juga mungkin akan merasa sulit untuk tetap tenang kalau seseorang terus menatapku lekat-lekat saat aku sedang makan.
"Aku hanya berpikir kalau kau mungkin akan diterima lebih baik kalau kau bisa menyelesaikan semua pekerjaanmu dengan baik."
"Eh, benarkah~?"
Mishima berkata dengan sedikit cadel.
"Tapi perusahaan itu tampaknya menunjukkan pilih kasih bahkan untuk orang-orang yang tidak bisa bekerja."
"Apa—?"
Mishima terkikik ketika aku merengut dengan bingung.
"Serius, itu dia. Sejujurnya, Yoshida-senpai, hanya kamulah yang bisa benar-benar memarahiku! ”
"Ada apa dengan dunia in? Apa para atasan yang lain tidak mengatakan apa-apa?"
Mendengar ku, Mishima membuat ekspresi yang agak tajam namun keren dan berkata dengan suara yang berani dan dalam.
“Mereka cuma bilang, “Baiklah, jangan khawatir tentang itu. Biarkan aku yang menangani sisanya.” dengan ekspresi sombong di wajahnya.”
“Woah, siapa bilang apa? Dengarnya aja udah bikin pengen muntah. Nah, siapa yang bilang? "
"Kepala departemen Onozaka yang bilang begitu.”
"Apa-apaan itu! Hebat!"
Aku tertawa terbahak-bahak, membanting tanganku di meja berulang kali.
Kepala departemen Onozaka 'terkenal' sebagai 'barcode lemari pakaian 2D' [2] . Ada saat di mana komputer-nya hang dan dia meminta Hashimoto untuk memperbaikinya. Saat itulah kami mengetahui kebenaran kalau alasan komputernya jadi hang karena komputernya terserang virus saat dia mencoba mengakses file dengan tulisan “Kamu akan dialihkan ke halaman koleksi anime terbaik pilihan”. Hal ini juga di karenakan gaya rambutnya, sehingga memunculkan nama panggilannya itu.
Aku memang pernah dengar kalau dia mencoba PDKT sama beberapa karyawan baru, tapi aku gak tahu kalau Mishima juga salah satu targetnya.
"Begitu ya, jadi dia di sebut Om Barcode ..."
"Uh, aku jadi gak enak memanggilnya begitu."
Terlepas dari apa yang dia katakan, tawanya mengatakan sebaliknya.
“Jadi, apa alasan kau seperti itu? Apakah harus kuanggap kalau kau sengaja ceroboh dalam melakukan pekerjaanmu agar atasanmu memperhatikanmu?” Aku bertanya padanya dengan ekspresi tegas.
Mishima menatapku dengan bingung dan menggelengkan kepalanya.
"Nggak gitu. Aku nggak peduli tentang mereka yang memperhatikan ku. ”
“Lalu apa rencanamu? Kalau kamu bisa melakukan pekerjaan dengan baik, kenapa nggak? ”
"Mhm, aku mencoba memberitahu ini lebih awal, kamu tahu."
Mishima menyesap segelas cassis-orange-nya, dan menghembuskannya dengan keras dari hidungnya.
"Apa yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang biasanya pekerja keras, ketika mereka berada dalam situasi di mana mereka harus bekerja lebih keras?"
"... Hm?"
Aku benar-benar tidak mengerti maksud dari apa yang dia katakan.
"Mereka seharusnya bekerja lebih keras, bukan?"
"Lalu bagaimana jika mereka harus bekerja lebih keras lagi dari itu?"
"Maka mereka harus bekerja lebih keras lagi lebih dari itu."
"Ahaha, masa begitu, pada akhirnya mereka cuma bakal mati karena semua pekerjaan itu, khan?" [3]
Mishima melambaikan tangannya dengan acuh ketika dia memasukkan bawang bombai tusuk sate ke mulutnya.
"Itu karenwa akwyu lebwiw—"
"Apakah kau keberatan kalau menelannya dulu sebelum mulai berbicara!?"
Aku memarahinya dengan sedikit senyum. Mishima buru-buru mengunyah bawang dengan panik.
Setelah menelannya dengan tegukan keras, dia menghembuskan nafas.
"Itu karena aku biasanya tenang, sehingga aku bisa berusaha keras ketika saatnya sudah tiba."
“Sebagai orang yang bekerja di tempat kerja yang sama, kau harus tahu kalau waktu kita selalu terdesak karena jadwal dan tenggat waktu di perusahaan kita. Kau mengatakan akan melakukannya saat waktunya tiba, sejujurnya, itu terjadi setiap hari.”
"Eh, mustahil."
Mishima mendengus ketika dia mengangkat jari telunjuknya untuk menolak.
“Maksudku, meskipun aku pergi bekerja tidak akan ada suatu perubahan di tempat kerja, khan?”
"Yah, itu karena kau hanya seorang pemula."
“Hm, kamu nggak salah sih tapi …”
Mishima menyipitkan matanya dengan senyum nakal dan melanjutkan.
"Aku nggak berpikir ada yang akan berubah bahkan kalau Yoshida-senpai pergi."
“Benarkah?”
Aku ingin menolak, tapi aku belum menemukan kalimat yang tepat untuk menanggapinya.
Aku tak pernah kepikiran soal apakah pekerjaan akan tetap berjalan seperti biasa kalaupun aku tidak ada.
Sejujurnya, aku pikir aku adalah orang yang selalu di andalkan di tempat kerja. Dalam 5 tahun ku di perusahaan ini, aku sudah beberapa kali mendapatkan prestasi. Ditambah lagi, setiap proyek yang kuikuti sangat menguntungkan bagi perusahaan.
“Tempat kerja akan kacau jika aku tidak ada!” Aku ingin berfikir seperti itu, tapi aku tidak yakin.
“Fufu, yah, aku rasa itu akan tetap menjadi masalah kalau kamu mendadak menghilang.”
“…ah, ya.”
“Aku rasa mungkin itu akan jadi masalah, tapi tidak akan sampai membuat mereka merasa tidak tahu apa yang harus mereka lakukan.”
Mishima mengangguk pada dirinya sendiri saat dia melanjutkan.
“Itu sebabnya, aku pikir semuanya membutuhkan orang-orang yang akan siaga menggantikan mereka yang biasanya bekerja keras saat mereka kelelahan.”
"... Dan maksudnya itu, kau?"
"Itu benar~"
Mishima melakukan pose 'piece' dengan tangan kanannya dan tersenyum.
Aku hanya bisa menghela nafas menanggapi gerakannya yang polos.
"Sebagai atasanmu, aku cenderung mengatakan kalau kau harus bekerja dengan baik jika kau bisa ..."
"Tapi aku melakukan pekerjaanku dengan baik hari ini, bukan?"
"Yah, kau tidak salah."
Aku menunjukkan senyum kaku dan mengosongkan gelas ku.
Aku tidak ingin memarahinya di sebuah bar. Hanya dengan mengetahui kalau dia setidaknya bisa melakukannya jika dia mencoba, menurutku sudah cukup baik untuk saat ini.
"Tapi kamu benar-benar orang yang baik, Yoshida-senpai."
Aku merengut menanggapi pernyataannya.
"Aku?"
"Ya. Maksudku, hanya kamu yang memarahiku dengan serius. ”
Mishima lalu melanjutkan dengan tatapan keras.
"Maksudku, itu pasti melelahkan untuk memarahi seseorang yang tidak akan memperdulikannya bahkan jika kamu menyuruh mereka melakukannya."
"Jika kau memahaminya maka jangan buat aku melakukannya, ya?"
“Biasanya, orang hanya akan menyerah dan menilai kalau “mereka tidak akan pernah bisa melakukannya bahkan setelah berjuang” setelah melihat orang gagal beberapa kali. Bahkan atasan yang bersikap baik padaku melakukan apa yang mereka lakukan karena ingin membuatku menyukai mereka, kamu tahu.”
Mishima tidak lagi memiliki aura sembrono dan remeh seperti biasa.
Itu akan jauh lebih filosofis, sungguh, kalau tidak agak dingin. Ternyata dia bisa membuat ekspresi seperti ini juga, ya.
"Tapi Yoshida-senpai, kamu selalu memberikan segalanya untuk marah padaku."
"Itu karena kau tidak pernah belajar."
"Aww, kamu membuatku dokidoki, ah~"
"Itu bukan pujian, bego."
Mishima terkikik dan mengosongkan gelasnya.
“Maaf~, aku mau segelas lagi, terima kasih.” Mishima memanggil karyawan bar.
Dia juga mengambil gelas kosong ku saat dia meminta gelas lain.
"Apakah kamu masih mau minum?"
"Apakah kamu tidak mau pulang?"
"Yah, kurasa aku bisa menemanimu jika kau mau."
"Fufu, aku sangat mau."
Tanpa diduga, dia bisa memegang minuman kerasnya.
Kalau ku ingat kembali, bukankah koktail berada pada sisi yang lebih tinggi dalam kandungan alkohol? Kalau dia siap memesan gelas kedua secepat ini, itu mungkin berarti dia punya keyakinan soal kapasitas minumnya.
“Ah, membahas tentang apa yang aku ingin bicarakan.”
Mishima gelisah memainkan ujung rambutnya saat dia melanjutkan.
"Erm ... Gimana bilangnya, ya ...?"
Dia terlihat sangat gelisah. Apa yang salah dengannya tiba-tiba? Apa dia sudah mabuk?
Saat aku memandangnya dengan heran, dia mengalihkan pandangannya ke bawah secara turun-temurun dan pipinya tampak memerah.
"Aku nggak mau orang lain yang jadi pelatihku selain kamu, Yoshida-senpai”
"Oh baiklah…"
Kenapa dia begitu malu tentang hal itu? Cara dia mengatakan hal itu membuatku merasa malu juga karena suatu alasan, jadi aku sangat ingin situasi cepat berakhir.
"Begitulah! Ketika tiba saatnya, aku akan melakukan yang terbaik! ”
"Tidak, tolong lakukan yang terbaik setiap saat!"
Saat aku mengangkat suaraku sebagai jawaban, Mishima tertawa terkikik.
Kurasa aku seharusnya tidak mengharapkan dia untuk memberikan semua pekerjaannya mulai saat ini juga.
Yah, bagaimanapun juga—
Aku melirik Mishima, yang mulai meneguk minumannya lagi.
Yah, mengenalnya lebih baik dan mengetahui kalau dia sedang menyembunyikan keterampilannya dengan sengaja mungkin lebih baik, dibandingkan dengan hanya melanjutkan siklus di mana aku akan merasa kesal padanya tanpa menyadari apa pun.
Mengendurkan bibirku, aku meneguk bir yang baru saja diisi.
"Oh, ngomong-ngomong—" kata Mishima.
"Yoshida-senpai, kamu selalu bercukur setiap hari, ya?"
"Ya? Ada apa memangnya? ”
“Aku pikir kalau kamu mungkin udah punya pacar atau semacamnya.”
"Kau bilang apa…?"
Memperhatikan dahi ku yang melengkung tidak percaya, Mishima melambaikan tangannya bolak-balik di depannya.
“Maksudku, seperti, dulu kamu hanya bercukur tiga hari sekali, bukan? Lalu tiba-tiba kamu mulau bercukur setiap hari. Jadi aku cuma mau tau apa kamu punya pacar atau nggak.”
“Kau memperhatikan janggutku secerdik itu?”
Mishima sepertinya melompat karena terkejut, wajahnya dengan cepat memerah.
“Nyah—, itu nggak benar! Jangan membuatku terdengar seperti punya fetish janggut atau yang lainnya!! ”
"Hei, aku tidak menyebutmu punya fetish atau semacamnya."
“Itu karena kamu selalu memarahiku dalam waktu yang lama! Jadi aku selalu menghabiskan waktu melihat mulutmu! Aku nggak punya perasaan aneh atau hal semacam itu!”
"Apa maksudmu dengan perasaan aneh tentang janggutku?"
Dia beneran nggak punya fetish janggut, khan?
Aku menghela nafas keras dari hidung, dan menjawab keingintahuannya.
“Aku tidak punya pacar atau semacamnya. Maksudku, aku baru saja ditolak belum lama ini. ”
Mata Mishima membelalak karena terkejut, mulutnya terbuka lebar.
Ada apa dengan ekspresi itu?
“Eh, kamu ditolak? Oleh siapa? "
"Itu…, Gotou-san."
"GOTOU-SAN!?" Mishima berteriak keras.
Tiga pegawai yang duduk di sebelah kami melirik Mishima. Menyadari tatapan mereka, Mishima dengan keras berdeham dan melanjutkan.
"... Apa kamu beneran menyukainya sampai sejauh itu?"
"Emangnya salah?"
“Jadi kamu lebih suka yang seperti 'Boom! Bang! Membanting!'?"
"A-Ah."
"Aku tahu itu—…"
Mishima menyipitkan matanya dan ekspresinya tampak agak suram; Meskipun itu seharusnya tidak ada hubungannya dengan dia.
"Tapi, kamu ditolak, khan? Aku pikir itu bagus. ”
"Dih, aku nggak butuh simpati murahanmu."
"Apa? Tapi aku nggak bersimpati padamu. ”
Ekspresi muram Mishima tampak tiba-tiba berubah menjadi senyum cerah.
"Sebaliknya, aku anggap ini berkah!"
"Hah?"
Aku bertanya sebagai jawaban, tetapi Mishima menghindari pertanyaan itu dengan meneguk minumannya.
"Permisi~ Aku mau nambah~!"
"Hei, kau udah minum cukup banyak, khan?"
"Aku masih bisa minum lebih banyak."
"Ah, baiklah ..."
Aku bilang kalau aku akan menemaninya, jadi aku tidak bisa hanya menemaninya dan tidak minum.
Yah, setidaknya aku kemari membawa uang simpatan. Menghela nafas pada diriku sendiri, aku meningkatkan kecepatan dan meneguk bir gelasku.
Ketika Mishima mengatakan 'gadis', bayangan Sayu muncul di benakku. [4]
Sekarang aku baru kepikiran, aku mulai bercukur karena apa yang dia katakan.
Dengan cepat aku berpikir, tetapi pikiran ini dengan cepat menghilang dari benakku dengan seteguk bir lagi.
×××
"Kamu terlambaaaaat~!" Sayu mengerang ketika dia berguling di futonnya."Uh, maafkan aku."
"Padahal aku membuat makan malaaaaam~!"
"Aku menyesal."
Aku cuma bisa meminta maaf dengan sungguh-sungguh.
Ketika aku kembali ke rumah, suasana hati Sayu sangat buruk.
Mishima adalah pemabuk berat.
Aku telah merencanakan untuk menunggunya sampai Mishima puas, tetapi kami terus minum dengan kecepatan yang sama selama lebih dari 2 jam.
Pada akhirnya, aku tidak ikut minum bersamanya, dan malah menghabiskan sisa makanannya.
Jadi, meskipun aku pulang kerja tepat waktu, aku baru tiba di rumah pada pukul 10 malam.
Sayu mengangkat kepalanya dari kasur untuk menatapku, saat aku duduk di atas tumitku.
"... Apa kamu bersama perempuan?"
"... Yah, bisa dibilang begitu."
Aku kemudian menambahkan kalau itu adalah juniorku di perusahaan yang tidak pernah bekerja dengan benar.
Meskipun dia adalah orang yang bertanya, dia sepertinya terkejut. Kemudian, dia menghembuskan napas berat dari hidungnya dan melanjutkan.
“Hufft, aku mengerti. Kamu lebih suka pergi makan malam dengan gadis lain daripada makan makanan yang aku masak. "
"Aku benar-benar menyesal soal itu."
"Apakah menyenangkan minum dengan seorang gadis?"
Tolong hentikan topik yang menimbulkan rasa bersalah ini!
Yah, aku tidak bisa mengatakan itu dengan lantang. Memang benar dia sudah membuat makan malam.
Menyadari kalau aku tetap diam meminta maaf, Sayu mulai gemetar tak terkendali.
Aku mengangkat kepalaku untuk melihat apa yang terjadi, hanya untuk melihatnya menutup mulutnya dengan tangannya.
"Fu ... Fufufu—pftt..."
Jadi sepertinya dia hanya menggodaku.
Sayu mencoba yang terbaik untuk menahan dirinya dari tertawa terbahak-bahak.
“Ufufufu, ahh, itu lucu. Hei, aku nggak marah padamu atau apa pun. ”
"Ya ampun ... Sudah kuberi tahu jangan menggodaku seperti itu kan?"
"Maksudku, Yoshida-san, itu agak lucu mendengarkan kamu mengatakan 'maaf tentang itu' dan 'aku sangat menyesal' dan hal-hal seperti itu."
Sayu mengangkat bagian atas tubuhnya dari kasur sambil terkekeh.
"Tapi pastikan kamu sarapan dulu besok, ya?"
"Ya, tentu saja."
Setelah itu, dia kembali berguling-guling di atas futonnya dengan senyum ringan.
"Hmm, kelihatannya kamu nggak mabuk sama sekali, Yoshida-san."
"Yah, aku harus kerja besok, jadi aku nggak akan minum cukup sampai membuatku mabuk."
"Padahal, kamu sangat kacau pada hari dimana kita bertemu."
“Ya… aku patah hati waktu itu. Ditambah sehari setelah itu adalah ‘paid vacation’, ” kataku dengan ekspresi pahit di wajahku.
Sayu tertawa kecil dan bertanya.
"Apakah kamu sangat menyukainya?"
"…Sepertinya begitu."
Saat aku mengangguk sebagai jawaban, Sayu menunjukkan ekspresi puas diri dan melanjutkan.
"Bagian mana dari dirinya yang sebenarnya kamu sukai?"
Bagian mana…?
Hal pertama yang terlintas dalam pikiran adalah—
"Oppai—"
"Sudah kuguda!" Sayu berteriak ketika dia mulai tertawa lagi.
Dia benar-benar berhasil membuatku mengatakannya, bukan? Dan aku menjadi seserius mungkin.
Baik itu Sayu atau Mishima, aku tidak benar-benar pandai berurusan dengan gadis-gadis yang dapat mengendalikan topik seperti mereka.
Catatan TL:
[1] Di Jepang, merupakan tradisi yang cukup mendalam kalau karyawan tingkat bawah menemani atasan mereka untuk pergi minum setelah bekerja. Ini dianggap sebagai salah satu faktor yang beralasan pada budaya 'terlalu banyak bekerja' di Jepang.
[2] Ini adalah permainan kata. Ungkapan yang dimaksud di sini adalah む っ つ り 二次 元 バ ー コ ー ー. む っ つ り (muttsuri) digunakan untuk menggambarkan seseorang yang pendiam, tapi dalam hal umum bisa juga dibaca 'lemari cabul' atau 'orang pendiam'. 二次 元 (nijigen) adalah singkatan dari 2D, konteksnya dijelaskan nanti. Sementara バ ー コ ー ド (barcode) sering digunakan untuk merujuk gaya rambut bagi seseorang yang botak tapi menyisir rambutnya ke belakang untuk menutupi kebotakannya, menciptakan 'efek barcode'.
[3] Suatu tragedi kematian karena bekerja terlalu keras (disebut karoushi) di Jepang. Bahkan ada ukuran standar untuk 'jam lembur berlebihan'.
[4] Dalam bahasa Jepang, istilah untuk pacar dan perempuan adalah sama 彼女 (Kanojo). Jadi sementara Mishima mengatakan pacar, Yoshida mengatakan gadis.
😱😱Mantappp