Hige Wo Soru. Soshite Joshikousei Wo Hirou. Volume 1, Chapter 13

Font Size :
Dark Mode
Reset Mode
Penerjemah: yNats
Editor: Unimaru Yon


Chapter 13: Perjalanan Bisnis

“Lagi-lagi kau melakukan ini dengan sengaja?! Berhentilah melakukan itu atau aku akan memecatmu!”

“Uhn… sebenarnya, kesalahanku kali ini nggak bohongan…”

“Apa kau pikir itu akan membuatnya lebih baik?!”

“Tidak! Kamu salah! Kemarin, aku menyewa DVD terlalu banyak dan malah keterusan nonton sampai tadi pagi, jadi aku belum tidur sama sekali malam tadi…”

Aku membanting meja, membuat bahu Mishima bergetar terkejut. Selagi memperhatikan, Hashimoto, yang duduk di meja sebelah, diam-diam berkomentar, “Astaga…”.

“Aku tak mau dengar alasamu itu! Perbaiki sekarang juga, kau mengerti?!”

“Baik, baik! Akan ku perbaiki!”

“Nah, kalau begitu, sana mulai bekerja …”

Saat aku mengangkat kepalaku untuk menatap Mishima, aku melihat atasanku mendekat dari arah belakangnya.

Dia adalah Kepala Seksi, Odagiri.

Segera, aku merasakan firasat yang buruk.

Datangnya Kepala Seksi Odagiri ke ruang kerja khusus kami selalu menjadi pertanda kalau hal-hal menyulitkan akan datang. Belum lagi, tatapannya tertuju padaku.

“Apa kau punya waktu?”

Sepertinya firasatku tepat sasaran. Dia memanggilku begitu dia sampai di mejaku.

“Tentu, kalau aku boleh bertanya, ini tentang apa?”

Aku menegakan badanku, dan mempersiapkan diriku untuk menghadapi Kepala Seksi Odagiri.

“Maaf karena aku baru memberitahu mu kabar mendadak ini.”

Kepala seksi berhenti sejenak sambil mengelus janggutnya, sebelum akhirnya melanjutkan.

“Aku ingin kau pergi bersamaku untuk perjalanan bisnis selama 2 minggu.”

“Maaf? Perjalanan bisnis? Kita akan pergi kemana?”

“Kita akan mengunjungi cabang di Prefektur Gifu.”

“Gi—, Gifu itu kan…”

Jujur saja, aku tak ingin pergi jauh dari rumah untuk ikut dalam perjalanan ini, itu karena ada Sayu di rumah.

Belum lagi, wali yang meninggalkannya selama 2 minggu penuh itu bukanlah hal yang baik.

Aku memasang ekspresi ‘minta maaf’ termemelasku sebelum mulai menjawab.

“Aku rasa … agak sulit untukku ikut dalam perjalanan ini…”

Menanggapi jawabanku, mata Kepala seksi Odagiri melebar karena terkejut.

“Aku tak menyangka kalau kau akan menolak ikut dalam perjalanan bisnis. Kau biasanya langsung menerimanya tanpa berpikir lama.”

“Maksudku, yah… ahaha…”

Aku tak bisa memberitahunya kalau aku tak bisa pergi karena ada seorang gadis SMA yang tinggal di rumahku, jadi aku hanya bisa tertawa canggung.

Ah, benar! Aku bisa meminta Hashimoto untuk menggantikanku … dengan ide itu, aku melirik kearah meja ‘tetangga’-ku, tapi ‘tetangga’-ku yang beberapa saat sebelumnya berada di sini tiba-tiba saja menghilang entah kemana.

Dia … pasti kabur ke toilet … kan?

Dia mungkin jadi si nomor satu di perusahaan dalam hal ‘kemampuan lari’ dari situasi ini.

Yah, memikirkan tentang Istrinya Hashimoto, aku rasa dia juga tak ingin pergi selama beberapa minggu.

“Ah, bagaimana kalau Mishima? Bagaimana kalau dia saja yang pergi?”

Nyah!?”

Tiba-tiba aku menunjuk ke arah Mishima, yang mana dia merespon dengan suara tekejut seperti anak kecil. Dia adalah orang yang bisa diandalkan kalau dia mau serius, dan juga dia tidak punya pacar yang harus di pikirkan. Jadi, mengajaknya untuk ikut akan lebih mudah.

Aku mengalihkan pandangku ke Kepala seksi lagi, tapi dia menggelengkan kepalanya.

“Cabang yang menjadi tujuan kita tak memiliki penginapan perusahaan, jadi kita harus mencari penginapan kita sendiri. Itu tidak masalah, tapi aku ragu kita bisa dapat dua kamar dalam perjalanan perusahaan seperti ini, dan itu tidak pantas buatku kalau harus sekamar dengan wanita.”

“Memangnya kenapa kalau harus tinggal sekamar? Kepala seksi sudah punya istri, jadi aku yakin tak akan ada hal aneh terjadi di antara kalian berdua.”

Kepala seksi Odagiri tampak agak terganggu dengan jawabanku, tapi dia bergumam, “Yah, aku tak akan menyangkalnya…”. Sebelum akhirnya terdiam.

“Hei, kau tak keberatan dengan ini, kan?”

Kataku saat aku menoleh untuk melihatnya. Mishima sama sekali tidak menyembunyikan ekspresi terkejutnya.

“Eh, aku berpikir lebih suka kalau tidak …”

Katanya sambil menunjukkan ekspresi yang sangat muram.

Maksudku, ini bukan berarti aku tak memahami perasaanmu, tapi kau tidak … harus, yah, menjadi seperti itu. Jujur saja, beban di balik ekspresinya adalah tentang hal lain.

Kepala seksi Odagiri menatap Mishima dan dengan tergesa-gesa menggelengkan kepalanya.

“Mishima-kun tak perlu melakukannya. Ini hanya khusus untuk pria. Ayolah, Yoshida, anggap saja ini sebagai bentuk untuk membantuku. Aku tak bisa mengandalkan orang lain dalam hal ini. Ditambah lagi, kau masih lajang, kan?”

Komentar yang tak diperlukan itu seperti duri yang menancap di dadaku. Aku tak mengerti kenapa mereka tidak pernah meminta orang yang sudah menikah untuk ikut dalam perjalanan bisnis seperti ini.

“Apa mungkin kau punya asalan kenapa kau tak bisa ikut? Jika alasanmu masuk akal—aku tak akan memaksamu untuk ikut.”

Lalu, pada akhirnya, pertanyaan paling berat yang harus ku jawab pun datang.

Dengan putus asa, aku mencari jawaban yang paling masuk akal. Ini adalah satu-satunya saat di mana aku tak bisa menjelaskan masalah ini dengan jujur.

Saat aku sedang dengan hati-hati dan cermat memilih setiap perkataanku, seseorang mengulurkan tangannya untuk membantuku.

“Odagiri-san … sebaiknya kau menyerah saja, dia tetap tak ingin ikut…”

Seorang rekan kerja pria berlari ke sisi Kepala seksi Odagiri dengan gaya bicara yang tak pantas. Pria itu adalah Endou, yang meja kerjanya tidak jauh dari meja kerjaku.

“Jadi, bagaimana kalau aku saja yang menggantikannya? Aku masih lajang dan sangat senggang. Jadi aku bisa ikut, kan?”

“Jangan menggunakan gaya bicara seperti itu kepada atasanmu.”

“Kau tak ingin pergi bersamaku? Aku tak menyangka kalau bos dari semua orang akan mencampurkan perasaan pribadi dengan urusan bisnis…”

Endou terus mengoceh dengan keras kepala, yang mana membuat Kepala seksi Odigiri memasang ekspresi ketidaksukaannya tanpa berusaha menyembunyikannya.

“Bisakah aku mempercayaimu untuk mengerjakan pekerjaanmu selama 2 minggu kedepan?”

"Ya tentu saja, meskipun aku akan melakukan apa pun yang aku inginkan di luar jam kerja." [1]

Dengan ragu Endou mengangkat alisnya dan menjawab. Kepala seksi Odagiri menghela nafas panjang dan mengangguk.

“Baik. Jadi, aku akan menyerahkan pekerjaan itu kepada Endou.”

“Bagus, nah, ayo kita sudahi semua ini.”

Endou melihat Kepala seksi Odagiri dengan senyum sembrono, sebelum berbalik padaku dengan mencibir.

“Hei, sobat. Bukannya kau bagian dari klub khusus Gotou?”

“Apa yang kau bicarakan?”

Endou dengan paksa menaruh lengannya di leherku dan berbisik ke telingaku.

“Kau punya seorang gadis?”

“Huh?!”

“Itu semacam, kau tak ingin pergi karena kau punya seorang gadis, apa aku salah?”

Aku bingung dengan pertanyaan Endou. Apakah itu yang dia artikan dari situasi ini?

Bisa dibilang, dia tidak ‘salah’ sama sekali. Lebih tepatnya, ini bukan tentang pacar, tapi tentang gadis itu, ‘tanggung jawab’ ku, yang tinggal di rumahku, jadi tidak salah lagi, alasanku menolak untuk ikut adalah karena seorang ‘gadis’ …

“Yoshida-senpai…”

Mishima, yang mendengarkan pembicaraan sejak awal sampai akhir, menatapku dengan tatapan penasaran.

“Kamu… punya pacar…?”

“Tidak, bukan karena itu.”

“Oh, ayolah sobat. Kau tak perlu menyembunyikannya. Apa alasan lain untuk seorang pria yang ikut ke perjalan bisnis—yang seperti berjalan-jalan di taman—untuk tiba-tiba menolaknya?”

“Tentang itu. Bukannya tak ada alasan lain buatku menolaknya …”

Karena itu, aku terdiam.

Sejujurnya, aku tak bisa menemukan alasan lain untuk ku menolak.

Melihat ekspresiku, Endou menunjukan senyum puas, dan menaruh tangannya di pundakku.

“Yah, jangan terlalu lama berada di sini, ayo pergi ke kafetaria.”

Sambil mengatakan itu, dia menunjuk ke arah jam dinding, yang menunjukkan kalau sekarang sudah jam 1 siang, waktu yang bagus untuk pergi saat istirahat sore.

“… Aku akan keluar untuk makan siang.”

Aku berkata dengan nada yang sedikit lebih keras kepada rekan kerjaku setelah menghela nafas singkat. Rekan kerja di sekeliling menjawab “baiklah, selamat jalan” tanpa antusias.

Aku melirik ke arah meja Hashimoto, tapi dia belum kembali.

Sebagai hukuman karena melarikan diri dari kepala seksi, dia harus pergi makan siang sendiri hari ini.

×××

“Bukannya mie ini harusnya lebih kayak, kau tahu, sedikit punya lebih banyak tekstur atau semacamnya? Mie konjak setidaknya agak lebih kenyal.”

Endou menyeruput mie China-nya dengan ekspresi meremehkan.

“Kau tahu, semakin aku memakan ini, semakin seperti rasanya makan makanan hewan. Saat seperti inilah, aku harap mereka akan merubah nama pada menunya. Itu akan jadi seperti ‘set makanan hewan’ atau sesuatu semacam itu. Itu mungkin akan lebih laku kalau mereka mengubah namanya hanya karena membuat orang-orang penasaran soal itu.”

“Meski begitu, tapi kau masih tetap makan semua itu?”

Rekan kerja kami, Koike, yang diseret oleh Endou dalam perjalanan itu, sedang makan sepiring nasi goreng di samping Endou. Keduanya terlihat akrab. Meskipun kalau dari sudut pandang orang lain, mereka terlihat selalu berbeda pendapat karena kepribadian mereka yang berlawanan, tapi justru sebaliknya, perbedaan itu nampak telah membantu keduanya untuk mendapatkan keseimbangan yang baik di antara mereka.

“Nah, jadi—”

Endou, yang sudah puas mengeluh kepada Koike, tiba-tiba berbalik menghadapku.

“Siapa pacarmu itu? Jangan bilang kalau kau akhirnya berhasil merebut Gotou, ya?”

“Seperti yang kukatakan, kau salah faham.”

Aku melambaikan tanganku untuk menyangkalnya, tapi Endou terus menatapku curiga.

Merasakan tatapan lain, aku melirik Mishima yang sendang makan di sebelahku. Dia sepertinya lagi memelototiku.

“Mie-mu akan mengembang kalau kau membiarkannya seperti itu, lho.”

“Permasalahanmu lebih penting daripada mie punyaku, Yoshida-senpai!”

Meskipun dia baru saja menyentuh mie-nya, Mishima terus memfokuskan perhatiannya padaku.

Sambil menghela nafas pendek, aku akhirnya mengeluarkan pengalihan topik yang sudah mati-matian aku siapkan saat memesan makanan.

“Ngomong-ngomong, paket itu akan sampai pada 2 minggu saat kau pergi.”

“Paket?”

Endou mengerutkan alisnya.

“Paket apa? Tak bisakah kalau aku mengambilnya nanti saja?”

“Tidak. Ini adalah hal yang akan kau ambil segera begitu paketnya tiba.”

“Oke sobat, paket apa yang kau maksud ini?”

Setelah keheningan sesaat, aku membuat ekspresi yang jelas mengatakan “Lebih baik aku tak mengatakannya”, yang mana lalu Endou tersenyum dan mengangguk.

“Aku mengerti, aku mengerti. Jadi begitu, ya. Sekarang aku kepikiran tentang hal itu, aku rasa kau punya cukup banyak, kan, Yoshida.”

Endou menyeringai lebar yang sepertinya mengartikan kalau dia mengerti apa yang kumaksud, tetapi untuk beberapa alasan Koike dengan ringan menyikutnya.

“Tentang apa ini?”

“Hei, kau beli DVD tahun lalu, kan?”

Alis Koike terangkat sesaat, tetapi dia dengan cepat menganggukkan kepalanya.

“Setelah kupikir-pikir, kau sangat menyukai Naruse Kokoa, kan?”

"Uhk-"

Aku segera tersedak dan mengeluarkan ‘yakisoba-bubuk-kudzu’ yang ku makan.
Mishima melirik curiga ke arahku.

“Naruse itu siapa…? Tentang apa ini?”

“Benar, tentang apa ini? Kupikir ini tentang karakter anime atau apalah itu.”

Sebenarnya, dia adalah seorang Idol film dewasa. [2]

Melihatku yang berusaha untuk menyembunyikan fakta, Endou tertawa terbahak-bahak, sementara Koike mendesah sebelum mengambil sesendok nasi gorengnya lagi. Dilain sisi, Mishima terlihat seolah-olah ada tanya tanya yang mengambang di atas kepalanya.

“Yah, kalau dia sampai segitunya berusaha buat nyembunyiin itu, aku akan bilang kalau lebih baik kalian tak bertanya.”

Endou yang sudah puas tertawa, kembali menyeruput mie-nya. Melihatnya begitu, aku tak bisa lakukan apapun tapi merasa agak menyesal.

“Hei, um, maaf tentang apa yang terjadi. Pada akhirnya kamu menggantikanku.”

“Jangan khawatir soal itu, bung. Aku masih lajang, aku punya banyak waktu di dunia. Belum lagi, aku mungkin bisa makan beberapa makanan enak saat aku berada di Gifu.”

“Selain itu, Kepala seksi Odagiri tak terlalu menyukaimu.”

“Ah, aku rasa, dia membenciku.”

Endou berguau gemetar dengan seringai lebar.

“Dia sebenarnya sangat membenciku sampai-sampai aku sangat menantikannya. Sungguh, kau tak perlu khawatir soal itu, oke?”

“… Aku minta maaf, terimakasih sudah membantuku.”

“Astaga, sepertinya kau terlalu memikirkan banyak hal. Ini pasti alasan kenapa kau tak populer di kalangan wanita.”

“Oy, itu tak ada hubungannya sama sekali.”

Komentar Endou bermaksud sebagai ejekan kecil, tapi tiba-tiba, aku tak bisa menyangkal dan berpikir kalau dia mungkin tak salah soal itu.

“Yah, aku tak terlalu penasaran tentang apa alasanmu. Tapi karena aku sudah menggantikanmu dalam perjalanan bisnis ini—”

Setelah menghirup mie China-nya dengan keras, dia menatap lurus ke mata ku dan melanjutkan.

“Pastikan kau tak melewatkan apapun yang akan kau lakukan, entah itu soal DVD ataupun Wanita.”

Setelah itu, Endou menikmati semangkuk mie-nya lagi. Mendengar suara saat dia menghirup mie-nya, aku menghela nafas ringan.

Jelas-jelas apa yang dia maksud dari kata-katanya adalah “Alasanmu tak membuatku yakin, tapi aku akan melepaskanmu kali ini!”. Meskipun dia adalah orang yang pada dasarnya kasar dengan kepribadian riang, dia adalah orang yang berpikiran dewasa saat harus berhadapan dengan masalah. Dia banyak membantuku selama bekerja.

Aku mungkin tak akan bisa terus merahasiakannya. Kalau di waktu berikutnya aku diminta untuk ikut ke perjalan bisnis, apakah saat itu Sayu sudah pulang ke Hokkaido…? Hmm…

"Yo~shi~da-senpai."

"Uhag!!”

Tepat saat aku sedang mengunyah yakisoba-bubuk-kudzu, tiba-tiba Mishima menyikutku dengan keras, membuatku hampir memuntahkan makanannya. Setelah dengan terpaksa menelan makanan itu, aku memukul bahu Mishima dengan telapak tanganku.

“Oy, apa maumu?! Jangan lakukan itu waktu orang lain lagi makan!”

“Ehmm ...”

Mishima menatapku, lalu tiba-tiba memalingkan muka. Setelah mengulangi adegan ini beberapa kali, dia akhirnya angkat bicara.

“Apa kamu benar-benar nggak punya pacar?”

“Oh, ayolah, bukannya aku udah bilang kalau aku tak punya pacar? Berapa kali aku harus bilang?”

Aku merasakan luka yang semakin besar setiap membahas topik itu, jadi aku berharap mereka akan menghentikan itu.

Mishima terlihat bersemangat karena sesuatu, tapi kemudian menutup mulutnya dan mengangguk.

“Kalau emang kayak gitu, aku pikir gak apa-apa…”

“Eh?! Apa-apaan itu?! Bukan berarti aku butuh izinmu kalau mau kencan atau—Aw! Oy, berhenti melakukan itu! Kenapa kau terus menyikutku, sih?! Dan setiap kali kau melakukannya, itu selalu tepat di iga!”

Dengan ekspresi cemberut, Mishima akhirnya duduk dan mulai memakan semangkuk mie China yang sekarang sudah dingin. Saat aku menatapnya dengan kebingungan, Endou, yang baru saja menyaksikan adegan barusan, tertawa terbahak-bahak.

“Kenapa kau tertawa?!”

Aku memelototi Endou, yang terus membanting meja selagi tertawa. Sambil menahan diri untuk sesaat, Endou menggelengkan kepalanya dengan bahu gemetar.

“Bukan apa-apa, lanjutkan saja!”

Air mata mulai mengumpul dari sudut matanya, saat dia melanjutkan.

“Mulai sekarang, aku harus benar-benar mempercayaimu waktu kau bilang kau tak punya pacar!”

“Apa artinya itu?!”

“Itu artinya, pria itu jahat. Benar begitu, Mishima?”

Endou mengalihkan perhatian ke Mishima, yang memberinya tatapan tajam saat dia mengisi pipinya dengan mie Cina dingin.

Apa yang sedang mereka bicarakan ini? Aku memandang Koike dengan sedikit bimbingan, tetapi dia hanya menunjukkan padaku senyum tegang dan mengangkat bahu.

×××

Setelah makan siang, Mishima dengan cepat menyelesaikan koreksi kode-nya. Karena tak ada yang harus ku kerjakan lagi, aku mulai berkemas untuk segera pulang tepat waktu.

Aku memasukkan barang-barangku ke dalam tas ku dan baru akan berjalan pergi saat Mishima memanggilku.

“Yoshida-senpai?”

“Ada apa?”

Aku tak berusaha untuk menyembunyikan ketidaksenanganku dipanggil tepat saat aku akan pergi, meskipun sepertinya dia tak punya masalah. Dia berjalan ke arahku membawa semua barang miliknya.

“Apakah kamu senggang setelah bekerja?”

“Ah … aku mungkin akan langsung pulang hari ini.”

“Jadi, apa kamu punya rencana?”

“Um … tak juga.”

“Bagus, kalau gitu, ayo ikut aku sebentar!”

Caranya memaksa dan berbicara agak sedikit menggangguku, tapi mengingat kejadian di siang hari tadi—kalau aku masih ngotot ingin cepat pulang, mungkin itu bakal mengakibatkan lebih banyak kesalahfahaman lagi.

“Baik, ayo pergi. Apa yang akan kita lakukan?”

"Ayo kita berdua nonton film!"

"Hah? Film?"

"Ada teater di stasiun kereta yang paling dekat dengan rumahmu, kan?"

"Eheh?!"

"Kalau gitu ayo pergi. Filmnya bakal dimulai satu jam lagi!"

“O—Oy!”

Tanpa menunggu jawabanku, Mishima mulai berjalan pergi dengan langkah cepat. Saat aku buru-buru mengejarnya, aku merasakan tatapan ke arahku, saat aku menoleh, tatapanku bertemu dengan mata Gotou-san, yang berada di meja kerjanya. Itu membuat jantungku berdetak kencang, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa sekarang ini. Dengan agak membungkuk, aku buru-buru meninggalkan kantor.



Catatan Penerjemah:

[1] “Bebas melakukan apapun setelah jam kerja” dalam budaya kerja di Jepang sebenarnya kayak semacam hal tabu. Di tempat kerja kantor tradisional Jepang, pekerja diharuskan menemain atasannya untuk pergi minum setelah jam kerja.

[2] Begitu ada ini, Admin langsung search namanya di Google (buat koleksi, ehe, ups!), tapi sebenarnya AV Idol (Adult Video Idol) bernama Naruse Kokoa itu gak ada dan referensinya adalah dari Naruse Kokomi (AV Idol sebenarnya, yess!!!)
Share Tweet Share

Comment Now

4 Comments

          Please wait....
          Disqus comment box is being loaded